Camp Lebih Dari Sekedar Tektok
Aku
menulis ini karena diresahkan oleh opini masyarakat yang terlalu meng
hebat-hebatkan tektok ( aktivitas trekking dengan tujuan sampai di titik yang
diinginkan kemudian langsung kembali ). Banyak konten di media sosial yang
menurutku terlalu mengagung agungkan si tektok ini. Seperti “bukannya sombong
tapi slamet saja aku tektok”, “kate gak kemaki yaopo, nang arjuno wae aku
tektok”, “lautan ku seberangi, gunung ku tektok i”, “mertuaku nanti pasti
bangga punya menantu Cuma 30 menit sampai puncak prau”. Apaan???. Memang apa
susahnya pendakian dengan tektok?. Anda Cuma hanya membawa barang yang sedikit
dari kami para penggemar camp. Beban yang Anda bawa lebih sedikit dari kita. Wajar
jika langkah kaki Anda lebih cepat daripada kami yang harus membawa beban berat
seperti tenda, alat masak, dll. Apa susahnya tektok?. Gk pernah nge camp kah?. Jelas
Anda yang lebih cepat sampai ke lokasi tujuan karena memang Anda tidak membawa
apa apa.
Memang
apa nikmatnya jika hanya datang kemudian mengambil gambar untuk di upload ke
media sosial dengan dalih kenangan yang padahal itu hanyalah untuk eksistensialis
Anda. Kemudian Anda turun dan menceritakan betapa hebatnya Anda yang
membutuhkan waktu relatif sedikit untuk menaklukkan gunung yang Anda singgahi. Bukankah
seni dari pendakian terletak pada aktifitas camping dan beratnya menaklukkan
medan?. Bagaimana Anda bisa sempat berpikiran kalau tektok lebih berat daripada
camp?. Apakah rasionalitas Anda sebagai manusia sudah hilang entah kemana?. Sesekali
jangan melebih-lebihkan apa yang Anda raih, padahal itu adalah hal yang sangat
mudah. Demi sebuah atensi Anda rela membuang akal yang diberikan oleh Tuhan hanya
untuk apa yang Anda anggap sebagai eksistensi fana dirimu sendiri.
Entahlah,
ini hanya opini, saya juga pernah melakukan keduanya dan menurut saya memang
lebih berat camp. Dunia ini begitu abu abu. Apa yang kau anggap benar hanyalah
tipuan alam. Karena kebenaran jika dilihat oleh mata akan menjadi perspektif
dan jika didengar oleh telinga hanyalah sebuah opini. Salam lestari.
Komentar
Posting Komentar